Dalam perencanaan Takt, saat ini belum ada alat di pasar yang memberikan proses untuk mengidentifikasi dan meratakan proses produksi. Hanya karena Anda dapat membuat grafik yang menarik, tidak berarti itu bisa diterapkan di lapangan. Konstruksi sangat kompleks, dan itulah mengapa Excel sangat berguna dalam perencanaan Takt. Sebagai panduan, saya menyarankan agar semua Pengawas, Manajer Lokasi, Manajer Konstruksi, Perencana, atau Penjadwal menggunakan Excel saat memulai Perencanaan Takt.
Figure 37 Ilustrasi untuk menyeimbangkan atau menyetarakan produksi dalam Takt
Ada berbagai cara untuk menyesuaikan elemen dalam proses kerja guna meratakan beban dan mencapai durasi waktu Takt yang stabil untuk setiap langkah atau unit kerja (Takt Wagon). Ini mungkin termasuk:
- Penyesuaian zona takt
- Penyesuaian waktu takt
- Pengemasan pekerjaan (work package)
- Prafabrikasi
- Ukuran kru/tim
- Buffers
- Metode, alat & peralatan baru
Pikirkan setiap tugas dalam urutan (atau rangkaian), tanpa penyeimbangan, perataan, atau pengemasan pekerjaan. Kemungkinan ada perbedaan durasi untuk setiap aktivitas seperti yang ditunjukkan di sini:
Figure 38 Ilustrasi Pekerjaan tanpa Penyamarataan Produksi
Bagian atas gambar menunjukkan durasi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap tugas atau kelompok tugas. Sekarang, misalkan Anda telah mengidentifikasi empat zona di proyek Anda di mana urutan pekerjaan yang sama akan diterapkan. Inilah contoh bagaimana hal tersebut mungkin terlihat.
Figure 39 Gap Durasi pada Zoning Pekerjaan
Salah satu hal yang dapat Anda perhatikan adalah adanya celah yang semakin besar antara tugas B dan C. Hal ini disebabkan oleh bottleneck (kemacetan) dalam urutan pekerjaan yang memiliki durasi 9 hari. Inilah alasan mengapa C tidak bisa dimulai lebih cepat, karena tim harus bekerja dari satu area ke area lainnya, sehingga mereka bekerja dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan mitra dagang lainnya. Saya menyebut fenomena ini sebagai inefficiency gap (celah ketidakefisienan). Saya menemukan hal ini saat mengelola proyek renovasi senilai $100 juta di bawah ini:
Figure 40 Ineficiency Gap pada Rencana Produksi
Inilah yang membuat saya mencari cara yang lebih baik dan akhirnya ke Takt Planning. Sekarang jika kita meratakan durasi 9 hari dengan salah satu metode yang tercantum di atas; berikut ini yang akan terjadi:
Figure 41 Perataan waktu yang dilakukan
Sekarang ada hambatan baru; tugas A sekarang memiliki durasi terpanjang dan dengan demikian akan menentukan alur kerja. Fenomena ini diidentifikasi dan dibahas dengan sangat baik dalam buku "The Goal" karya Eli Goldratt di mana ia menggambarkannya sebagai Theory of Constraints (TOC). Ide dengan leveling adalah untuk menyesuaikan tombol yang kita miliki untuk mencapai titik ideal di mana semua perdagangan dan kru bergerak pada kecepatan yang sama dengan jarak yang sama.
Sekarang jika kita mengambil beberapa cara untuk meratakan produksi dan menerapkannya di seluruh urutan ini, kita dapat mencapai sesuatu seperti ini:
Figure 42 Perataan Pekerjaan dengan mempertimbangkan durasi, buffer, dan work package
Sekarang kita memiliki urutan pekerjaan yang sudah diratakan, tetapi ini menimbulkan pertanyaan: mengapa kita perlu meratakan produksi sama sekali? Untuk menjelaskan hal ini, saya akan memberikan satu contoh lagi tentang ukuran tim. Inilah cara kerjanya.
Biasanya, aktivitas konstruksi yang berurutan dipandang sebagai langkah-langkah yang harus dilakukan sesuai dengan cara yang dibayangkan oleh kontraktor atau subkontraktor, atau bagaimana mereka berpikir seharusnya pekerjaan tersebut dikerjakan dan dikelola. Hal ini sering terjadi karena kontraktor utama (GC) tidak memberikan kejelasan mengenai hal ini, yang mengakibatkan ketidakseimbangan pekerjaan. Proses produksi yang tidak diratakan ini memakan waktu lebih lama karena pekerjaan tidak diratakan sebagai suatu persyaratan. Inilah sebabnya mengapa perataan sumber daya dalam CPM sering menghasilkan hasil yang buruk.
Grafik berikutnya dari produksi konstruksi berurutan non-level menunjukkan bahwa dengan berbagai tingkat tenaga kerja, setiap aktivitas memiliki jumlah waktu yang berbeda. Amati kerangka waktu Drywall, Cat, dan Lantai vs tenaga kerja yang direncanakan oleh subkontraktor.
Figure 43 Produksi Konstruksi yang tidak diratakan
Saat sesi perencanaan, jika kita membahas penyesuaian beberapa hal sederhana, dan mitra dagang setuju bahwa hal ini memungkinkan, maka pekerjaan akan menjadi lebih merata, seperti yang terlihat pada gambar berikut. Perhatikan waktu untuk masing-masing pekerjaan yang tampak seimbang, namun penyesuaian berasal dari ukuran tim. Ini adalah salah satu cara bagaimana ritme dan waktu Takt dapat dicapai dan dikelola dalam konstruksi.
Figure 44 Produksi Konstruksi yang sudah diratakan
Ingat, menyamakan produksi dengan menyesuaikan ukuran kru tidak selalu menjadi jawabannya. Ini adalah salah satu metode yang dapat kita gunakan untuk menyamakan produksi, dan perlu dicatat bahwa ada berbagai pertimbangan yang harus diperhitungkan sebelum menganggap ini akan berhasil untuk proyek Anda, seperti pasar tenaga kerja, ukuran zona geografis, tenaga kerja yang berkualitas, ruang lingkup yang akan dieksekusi, dan banyak lagi. Jadi, tentu saja, ada lebih dari sekadar matematika untuk mengetahui seperti apa rencana itu.
Namun, ketika produksi berhasil diratakan, dampaknya sangat besar. Hal ini secara signifikan meningkatkan alur kerja dan efisiensi tenaga kerja serta proyek secara keseluruhan. Sebagai contoh, pada gambar berikut: aktivitas A-C dalam urutan produksi memiliki durasi berbeda-beda saat dijadwalkan, menghasilkan total waktu 28 hari. Ketika pekerjaan diratakan dengan menyesuaikan tenaga kerja, jadwalnya berkurang menjadi 11 hari. Ini merupakan peningkatan lebih dari 60% untuk bagian jadwal ini, menunjukkan dampak besar dari perataan kerja.
Figure 45 Perbandingan Perataan Produksi
Saya sering menemukan bahwa solusi terbaik justru adalah mengurangi jumlah tenaga kerja karena durasi aktivitas yang lebih singkat. Lingkup kerja yang dilakukan dengan cepat sering menjadi masalah utama. Biasanya, subkontraktor yang dapat bekerja paling cepat adalah penyebab ketidakseimbangan ini. Saya berpendapat bahwa dengan menggunakan tim yang lebih kecil (lebih sedikit tenaga kerja), kita seringkali dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat. Bukan dengan bekerja lebih cepat, tetapi menyelesaikan lebih awal. Durasi keseluruhan proyek dapat berkurang jika kita meratakan pekerjaan dengan mengurangi jumlah tenaga kerja bila diperlukan.
Lihat gambar ini yang menunjukkan setiap subkontraktor bekerja dengan kecepatan pemasangan mereka masing-masing. Kebanyakan proyek konstruksi yang saya lihat di industri dijalankan seperti ini. "Saya tidak bisa mendatangkan orang berikutnya karena dia akan kehabisan pekerjaan."
Figure 46 Gap Produksi Pekerjaan
Anda akan melihat bahwa kontras antara warna yang paling lambat dan paling cepat menyebabkan ketidakefisienan yang besar. Jadi, jika kita memperlambat beberapa di antaranya dengan ukuran tim yang lebih kecil dan menggunakan berbagai teknik perataan, apa yang akan terjadi?
Figure 47 Melakukan perataan pada pekerjaan
Hal ini menghasilkan pengurangan 40% dalam durasi keseluruhan hanya dengan proses perataan kerja, belum termasuk pengurangan waktu yang dapat dicapai melalui ukuran batch yang lebih kecil atau penerapan prinsip Takt lainnya. Inilah kekuatan dari Perencanaan Takt.
Meskipun ada berbagai cara untuk menyusun rencana guna meratakan produksi, praktisi Takt tingkat lanjut banyak menghabiskan waktu mereka untuk menyelaraskan alur kerja dan mengemas pekerjaan bersama para subkontraktor. Jika proses ini dilakukan dengan benar dan terus disempurnakan bersama mitra dagang, aliran produksi proyek akan lebih mudah dikendalikan. Hal ini penting karena membantu menciptakan efisiensi dan stabilitas dalam pelaksanaan proyek. Ini penting karena dua alasan:
1. Penyamarataan (Leveling): Jika kita tidak mendefinisikan pekerjaan dengan jelas di setiap area Takt berdasarkan paket pekerjaan, maka kita berisiko menjadi tidak seimbang dan mengganggu aliran sistem. Biasanya dengan asumsi perdagangan karena GC belum mengomunikasikan ini sebagai prioritas pertama. Ini memang dan akan terus menghasilkan kerangka waktu yang lebih lama dari yang diperlukan, menghabiskan lebih banyak uang dan menunda proyek.
2. Kontrol Takt: Jika kita tidak dengan jelas mengidentifikasi langkah-langkah pekerjaan di setiap zona Takt dan meratakannya bersama subkontraktor, maka pekerjaan tidak akan teratur dalam proses interval pendek kita, dan komitmen kita mungkin keluar dari alur yang diinginkan. Hal ini dapat menyebabkan variasi yang terlalu besar atau terlalu banyak pekerjaan yang tertunda, yang pada akhirnya mengganggu kelancaran alur kerja.
Semakin banyak waktu yang kita habiskan untuk meratakan pekerjaan dan mengemasnya, semakin baik hasil yang akan dicapai. Perlu diingat, ini bukan pendekatan push atau perintah kontrol sepihak, melainkan proses kolaboratif bersama para subkontraktor selama proyek berjalan. Pendekatan ini meningkatkan efisiensi pada metode Last Planner System (LPS) dan perencanaan tarik (pull plan), serta membuat informasi lebih transparan dibandingkan tersembunyi dalam jadwal CPM. Semua pekerjaan dikemas dalam urutan Takt (disebut juga kereta kerja) agar aliran kerja terlihat dan dapat ditingkatkan, sambil tetap memberi waktu yang cukup kepada mitra dagang.
Figure 48 Perbandingan CPM dan Takt
Ini seperti permainan pukul-tikus; jika ada beberapa aktivitas, cakupan, atau durasi paket kerja yang lebih besar dari yang lain, itu menjadi hambatan utama (bottleneck) untuk meningkatkan kelancaran alur kerja. Hambatan ini menentukan seberapa besar aliran yang bisa dicapai dalam proyek. Idenya adalah "memukul tikus" tersebut hingga pekerjaan seimbang semaksimal mungkin dengan sumber daya yang tersedia. Namun, yang "dipukul" bukanlah subkontraktor, melainkan proses lama dan cara pengelolaan durasi konstruksi yang usang, dengan melibatkan subkontraktor secara kolaboratif.
Jadi, kesimpulannya: Apakah Anda meratakan pekerjaan? Jika tidak, mengapa tidak?
Sumber: https://leanconstructionblog.com/Leveling-Construction-Production-with-Takt.html
Penulis: Spencer Easton
Translator: Muhammad Iqbal