Hubungi Kami

info@leanconstructionblog.com

Loading the Elevenlabs Text to Speech AudioNative Player...

Nama lengkapnya adalah Last Planner System® of Production Control. Pengendalian produksi diperlukan dalam proyek untuk mendukung pencapaian yang direncanakan, melakukan apa yang dapat dilakukan untuk mengikuti lintasan yang direncanakan, dan ketika itu menjadi tidak mungkin, menentukan lintasan alternatif yang mencapai tujuan yang diinginkan. Istilah Last Planner System® adalah merek dagang terdaftar dari Lean Construction Institute (LCI), itulah sebabnya simbol “®” harus muncul saat pertama kali digunakan dalam sebuah dokumen.

Last Planner System adalah sistem holistik, yang berarti bahwa setiap bagiannya diperlukan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan proyek lean. Hindari godaan untuk melaksanakan sistem ini dimana Anda hanya memilih bagian yang ingin Anda gunakan. Sistem ini diorganisir menjadi enam bagian utama.

Figure 1 Last Planner System (Courtesy Project Production Systems Laboratory)

Bagian pertama, Perencanaan Pelaksanaan Proyek (Project Execution Planning), adalah tambahan terbaru. Ini mengakui bahwa sebelum proyek direncanakan, perlu dilakukan penilaian terhadap kelayakan proyek tersebut. Tujuan proyek harus dijelaskan, dengan pemahaman yang dapat diterima mengenai tujuan yang dapat dicapai, peluang, risiko, dan batasan. Pada proyek yang menggunakan metode kontrak bentuk perjanjian terintegrasi, penilaian ini dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Pada proyek lainnya, pihak yang bertanggung jawab untuk pendanaan proyek akan melakukan penilaian ini. Dalam kasus-kasus tersebut, berbagi penilaian dengan tim proyek membantu meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan proyek dengan sukses.

Dua bagian berikutnya fokus pada mengidentifikasi pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan proyek lean yang sukses. Penjadwalan Utama (Master Scheduling) mengikuti Perencanaan Pelaksanaan Proyek. Pekerjaan penjadwalan utama difokuskan pada mengidentifikasi milestone utama yang membantu mengukur kecepatan kemajuan proyek jika ingin berhasil. Biasanya, milestone tersebut adalah tanggal penyelesaian untuk setiap fase utama proyek dan tanggal untuk serah terima bangunan jangka panjang yang utama.

Idealnya, baik fase desain maupun fase konstruksi para Last Planner berpartisipasi dalam mengembangkan Master Schedule. Istilah “Last Planner®” (juga merupakan merek dagang terdaftar dari Lean Construction Institute) merujuk pada orang-orang dalam tim yang bertanggung jawab untuk memberikan penugasan akhir pekerjaan kepada pelaksana tertentu dan memastikan mereka memiliki bahan, peralatan, dan informasi yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Selama fase desain, Last Planner biasanya adalah manajer proyek arsitektur dan teknik. Selama fase konstruksi, perencana terakhir biasanya adalah mandor dan pengawas untuk kru kontraktor (operational manager, Pengawas, atau general Kepala Pengawas).

Penjadwalan Fase (Phase Scheduling) dilakukan idealnya dua hingga tiga bulan sebelum dimulainya setiap fase. Fase dalam konteks ini merujuk pada bagian dari proyek yang masuk akal untuk dipertimbangkan sebagai unit yang lengkap. Pembagian fase untuk sebuah proyek akan tergantung pada ukuran dan kompleksitas pekerjaan, dengan milestone awal dan penyelesaian untuk fase yang diidentifikasi selama Master Scheduling. Penjadwalan fase mengembangkan kesepakatan antara perencana terakhir (Last Planner) tentang bagaimana semua pekerjaan antara dua milestone tersebut akan diselesaikan.

Penjadwalan fase menggunakan pendekatan perencanaan tarik (pull planning), di mana perencana terakhir (Last Planner) sangat mengerti tentang urutan permintaan dan komitmen yang mereka buat satu sama lain. Pendekatan ini mengikuti praktik lean sentral dalam mengembangkan aliran dengan memulai dari aktifitas terakhir yang diperlukan untuk menyelesaikan fase, dan membangun urutan pekerjaan melalui serangkaian permintaan pelaksana pekerjaan berikutnya dan janji pelaksana untuk mendefinisikan dengan jelas bagaimana pekerjaan akan dipindahkan dari satu operasi ke operasi lainnya. Sesi penjadwalan fase ini adalah kesempatan penting bagi tim untuk menentukan bagaimana mengatur pekerjaan agar dapat berjalan dengan laju yang stabil dengan variasi terbatas pada alur kerja dan jumlah pekerja/kru.

Bagian keempat dari Last Planner System fokus pada memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan. Melalui Perencanaan ke Depan (Lookahead Planning), perencana terakhir mengevaluasi apakah ada batasan untuk tugas-tugas yang akan datang yang diidentifikasi selama penjadwalan fase. Sebagian besar tim melihat ke depan enam minggu, meskipun pada proyek yang kompleks, jangka waktu yang lebih lama mungkin diperlukan. Batasan adalah kondisi yang mencegah tugas yang direncanakan diselesaikan, dan mencakup kekhawatiran seperti ketersediaan tenaga kerja dan bahan, akses peralatan, konflik dokumen konstruksi, dan izin yang diperlukan.

Batasan diidentifikasi dalam sebuah log atau form, dengan tanggung jawab untuk menghapus batasan diidentifikasi bersama dengan janji dari orang tertentu untuk menghapus setiap batasan pada tanggal tertentu. Perencanaan lihat ke depan yang tidak memadai sering kali menjadi faktor tunggal terpenting dalam keruntuhan alur kerja proyek, sehingga sangat penting bagi tim untuk memperhatikan perencanaan lihat ke depan dengan cara yang teliti. Perencanaan lihat ke depan juga mencakup perincian tugas-tugas yang diidentifikasi selama penjadwalan fase menjadi lebih detail, sesuai dengan pemahaman yang lebih baik tentang pekerjaan.

Ada dua aspek tambahan dari perencanaan lihat ke depan (look-ahead planning) yang perlu dipertimbangkan. Pertama, tugas-tugas dalam penjadwalan fase yang tidak dipecah hingga tingkat operasi yang cukup untuk perencanaan pelaksanaan harian dan mingguan perlu dikembangkan menjadi tugas-tugas yang lebih terperinci. Kedua, tugas harus ditetapkan sebagai 'kritis,' yang berarti mereka penting untuk menjaga alur kerja, dan 'non-kritis,' yang berarti bahwa awalnya dapat ditunda tanpa mempengaruhi alur kerja. Aspek kedua ini relatif baru dan belum banyak dipraktikkan.

Bagian kelima dari Last Planner System fokus pada apa yang akan dilakukan setiap perencana terakhir untuk memenuhi janji yang dibuat selama perencanaan fase. Ini dicapai melalui Rencana Kerja Mingguan (Weekly Work Planning) proyek, di mana setiap perencana terakhir (Last Planner) mengidentifikasi tugas-tugas yang akan diselesaikan tim mereka setiap hari dalam minggu berikutnya. Keandalan sangat penting dalam mengembangkan rencana bersama ini.

Bagian keenam dari Last Planner System fokus pada pembelajaran dari apa yang dilakukan tim. Pembelajaran adalah tindakan harian bagi tim proyek lean. Last Planner System menyediakan dua kesempatan spesifik untuk pembelajaran. Salah satunya adalah melalui rapat koordinasi harian, yang sering disebut sebagai rapat harian. Dalam rapat singkat berdiri ini, perencana terakhir mengonfirmasi apakah tim mereka telah menyelesaikan pekerjaan yang direncanakan pada hari itu, dan jika tidak, disepakati penyesuaian yang diperlukan untuk tetap sesuai rencana untuk minggu tersebut. Penyesuaian harian ini sangat penting, karena penyesuaian harian lebih mudah dilakukan dibandingkan penyesuaian mingguan, yang jauh lebih mudah dibandingkan penyesuaian bulanan.

Perencanaan Fase (Phase Planning) dikembangkan kemudian pada tahun 1990-an. Contoh pertama dari perencanaan Tarik (pull planning) yang diingat Glenn adalah dari lokakarya tim proyek untuk proyek Linbeck Group, di mana Mike Daley dari Neenan Group menyarankan untuk menjadwalkan mundur di dinding. Lokakarya itu terjadi pada tahun 1998 / awal 1999. Diterapkan di lapangan, ini melanjutkan ide bahwa orang-orang yang bertanggung jawab atas pekerjaan perlu berperan dalam mengembangkan rencana yang akan mereka pahami dan dukung. Rencana fase ini dikembangkan pada tingkat umum, dengan lebih banyak detail operasional ditambahkan seiring dengan pekerjaan dan kebutuhan untuk diinformasikan menjadi penting.

Kesempatan pembelajaran lainnya yang disediakan oleh Last Planner System adalah melalui analisis beberapa metrik kunci.

  • Persentase Pekerjaan Selesai – PPS (Percent Plan Complete), yaitu pengukuran persentase tugas mingguan yang direncanakan dan telah diselesaikan sesuai rencana.
  • Tugas yang Siap Dikerjakan (Tasks Make Ready), yaitu pengukuran tugas yang diidentifikasi selama perencanaan fase yang siap untuk dimulai sesuai rencana.
  • Tugas yang Diperkirakan (Tasks Anticipated), yaitu pengukuran jumlah tugas dalam rencana mingguan yang diidentifikasi dalam rencana lihat ke depan.
  • Tingkat Komitmen (Commitment Level), yaitu pengukuran seberapa efektif perencana terakhir dalam memberikan penugasan tugas yang ditetapkan sebagai 'kritis' dibandingkan dengan tugas yang ditetapkan sebagai 'non-kritis' selama Perencanaan Lihat Ke Depan.
  • Frekuensi Kegagalan Rencana (Frequency of Plan Failures), yaitu pengukuran jumlah kegagalan perencanaan dalam kategori yang ditentukan, Alasan untuk Variansi (Reasons for Variance), seiring waktu. Ini membantu tim proyek menilai akar penyebab yang bertanggung jawab atas pekerjaan yang tidak diselesaikan sesuai rencana.

Ada dua pertimbangan penting dalam membuat implementasi Last Planner System Anda berhasil. Pertama, Anda tidak akan memanfaatkan potensi penuhnya dalam lingkungan komando dan kontrol. Praktik manajemen perlu diselaraskan dengan prinsip lean Respect for People dan pemimpin proyek perlu melihat diri mereka sebagai pelatih dan fasilitator perencanaan serta pembelajaran oleh perencana terakhir di proyek tersebut.

Kedua, penggunaan Last Planner System adalah sebuah disiplin, dan seperti disiplin lainnya, seperti aktivitas atletik atau memainkan alat musik, memerlukan latihan harian yang terus menerus untuk pertama-tama menjadi mahir dan kemudian akhirnya menguasai. Jadikan ini sebagai batu penjuru kolaborasi tim proyek dan Anda telah mengambil langkah besar menuju implementasi proyek lean.

Sumber: https://leanconstructionblog.com/What-is-the-Last-Planner-System-101.html

add one

Pelatihan yang diberikan Tom sebagai anggota RisingTerrain LLC membekali tim perusahaan dan proyek untuk meningkatkan dampak mereka melalui tingkat kinerja yang lebih tinggi. Fokusnya adalah membantu anggota tim menghubungkan aspirasi pribadi dengan tujuan tim, mengembangkan budaya kepemimpinan bersama, dan membangun kemampuan baru untuk hasil optimal; semua ini selaras dengan dampak aspiratif yang bermakna bagi tim. Keselarasan ini merupakan landasan untuk menumbuhkan semangat ambisi yang diperlukan untuk mempertahankan ketelitian yang dibutuhkan oleh praktik lean.


Abdhy Gazali adalah dosen Teknik Bangunan di Universitas Negeri Jakarta dengan latar belakang B.Eng. di bidang Rekayasa Struktur dan M.Eng. di Manajemen Rekayasa Konstruksi. Ia mengkhususkan diri dalam Manajemen Proyek dan Lean Construction, serta aktif dalam penelitian mengenai Lean Construction, Last Planner System, dan simulasi konstruksi — termasuk presentasi pada IGLC 33 (2025) yang membahas simulasi Lean Construction dengan LEGO untuk menghubungkan teori dan praktik. Selain itu, melalui studi di Jurnal Pensil (2025), ia mengevaluasi implementasi Lean Construction pada proyek bangunan, menunjukkan korelasi positif antara nilai PPC (Planned Percentage Complete) dan peningkatan produktivitas serta efisiensi biaya. Dalam konferensi IGLC 31 (2023), Abdhy juga meneliti metode pendaftaran limbah (waste register) yang terbukti menurunkan limbah dan meningkatkan produktivitas konstruksi di Indonesia. Berbekal pengalaman lebih dari 8 tahun di industri konstruksi, ia telah menerapkan berbagai metode lean seperti Last Planner System (LPS), Takt, Value Stream Mapping (VSM), 5S, Waste Register, serta Choosing by Advantage (CBA), yang menjadikannya salah satu praktisi dan akademisi dengan kontribusi nyata dalam pengembangan Lean Construction di Indonesia.