Hubungi Kami

info@leanconstructionblog.com

Loading the Elevenlabs Text to Speech AudioNative Player...

Standardize (Standardisasi) adalah aktivitas menjadikan Sort, Straighten, dan Shine sebagai bagian dari rutinitas proyek. Ketika kontraktor utama menyadari manfaat besar dari penerapan 5S, mereka mulai memperkenalkan standar lain dalam bentuk kebijakan tertulis. Sebagai contoh, Turner Construction memiliki kebijakan “Nothing Hits the Ground” (Tidak Ada yang Menyentuh Tanah). Kebijakan lain seperti “Everything on Wheels” (Segala Sesuatu di Atas Roda) juga digunakan oleh banyak pihak. Standar-standar ini biasanya dituangkan dalam perjanjian tertulis sehingga setiap rekanan tahu apa yang diharapkan. Dengan demikian, ketika standar untuk Sort, Straighten, dan Shine ditetapkan, tim telah memulai langkah menuju Standardize, atau "S" keempat.

Figure 84 Kategori 5S dilanjutkan ke STANDARDIZE

Standar dikembangkan dan diuji dalam langkah Sort dan Straighten dari sistem 5S dan diperiksa efektivitas, efisiensi, dan peningkatannya saat langkah Sweep/Shine. Hal ini dilakukan pada setiap fase proyek dan sepanjang masa proyek. 5S menjadi standar saat stabil. 5S akan stabil ketika tim yakin bahwa standar tersebut tidak perlu diubah kecuali ada perbaikan signifikan yang berdampak besar. Standar adalah kesepakatan yang dibuat antara para rekanan di tingkat pimpinan lapangan terkait kuantitas material, cara memindahkan material, titik akses untuk pengiriman, di mana stasiun pengisian daya akan berada, seberapa sering material akan dikirim, jam berapa pengiriman diizinkan, apa standar untuk pembersihan harian, bagaimana proses auditnya, dan banyak lagi. Tim proyek akan mendokumentasikan perjanjian atau kesepakatan ini dan menggunakan rambu dan daftar periksa (checklist) untuk memastikan kepatuhan. Semua ini menjadi bagian dari proses orientasi rekanan saat pekerja baru bergabung dengan tim. Setiap rekanan harus memiliki rencana 5S mereka sendiri sebelum bertemu dengan tim proyek untuk mengembangkan rencana 5S kolaboratif bagi semua pihak yang bekerja di lokasi.

Misalnya, semua material dikirimkan pada Jumat sore untuk semua pekerjaan yang akan dimulai pada Senin berikutnya. Ini berlaku untuk semua rekanan, dan telah disepakati bersama. Para rekanan mungkin memiliki preferensi spesifik, seperti pelabelan tertentu, kotak penyimpanan, troli material, perancah beroda, kotak PMI (Personal Material Inventory), tempat makan siang bergerak, dan perlengkapan lain yang mereka perlukan di lokasi. Daftar kebutuhan ini bervariasi, dan setiap rekanan memiliki kebutuhan yang sedikit berbeda. Apa standar yang mereka miliki dan bagaimana pengaruhnya terhadap tim proyek? Tim yang menerapkan pendekatan Lean biasanya memiliki rencana matang, sedangkan tim tradisional akan bekerja dalam konteks yang diatur oleh kontraktor utama. Tanpa diskusi bersama untuk menentukan apa yang terbaik bagi semua pihak, kemungkinan menciptakan lokasi kerja yang efisien sangat kecil. Ketika standar penanganan material atau aturan lainnya dirancang dan disepakati bersama, lokasi proyek menjadi bersih, aman, nyaman, dan standar keunggulan pun tercipta.

Standar adalah hasil kesepakatan yang didokumentasikan setelah menyelesaikan dan menjalankan langkah Sort, Straighten, dan Sweep dari sistem 5S. Sebelum atau setelah ketiga langkah ini, tim dapat mendiskusikan bagaimana material akan ditempatkan, diangkut, dan dipindahkan di setiap fase proyek. Hasil dari diskusi ini harus didokumentasikan dalam bentuk rencana tertulis yang dapat dipasang di lokasi kerja, ruang perencanaan, dan trailer proyek.

Figure 85 Contoh dari Rambu Visual Standar

Sumber: https://leanconstructionblog.com/Standardize%E2%80%93the-fourth-S.html

add one

George Trachilis, P.Eng., tinggal di Kanada dan menjadi konsultan di seluruh dunia. Ia memulai kariernya di Motor Coach Industries pada tahun 1994, di mana ia menerima pelatihan Lean dari konsultan terbaik di bidang sistem ERP, manufaktur Just-in-Time, dan Total Quality Management. Setelah memimpin perubahan selama lebih dari 10 tahun, ia memutuskan untuk mendirikan firma konsultannya sendiri pada tahun 2003. Firma tersebut berkembang menjadi salah satu Perusahaan dengan Pertumbuhan Tercepat di Kanada pada tahun 2006. George adalah Penulis dan Pelatih peraih Penghargaan Riset Shingo. Ia juga merupakan salah satu penulis Lean Construction Leaders: A Trade Partner’s Guide to Lean.


Perry adalah Direktur Eksekutif Lean di Parsons Electric Company (PEC). Ketertarikan Perry pada konstruksi berawal dari tradisi keluarganya di bidang konstruksi pertukangan dan batu. Perry mengabdi dengan terhormat di Angkatan Udara Amerika Serikat. Setelah itu, ia menghabiskan bertahun-tahun meraih gelar di industri teknologi hingga bergabung dengan Parsons dan memulai kariernya di bidang konstruksi kelistrikan, tempat ia mengabdi selama lebih dari dua puluh tahun. Perry adalah instruktur bersertifikat untuk Lean Construction Institute (LCI), pernah menjabat di dewan pendidikan LCI, dan merupakan instruktur bersertifikat untuk Lean Leadership Institute (LLI) milik Jeff Liker.


Muhammad Sapto Nugroho adalah seorang Dosen di Departemen Teknik Sipil Universitas Trisakti dengan keahlian di bidang Manajemen Konstruksi. Fokus risetnya meliputi konstruksi berkelanjutan, konstruksi ramping (lean construction), dan pengambilan keputusan berbasis data di proyek konstruksi. Ia merupakan salah satu pendiri IAMKRI (Ikatan Ahli Manajemen Konstruksi Ramping Indonesia) yang berkomitmen menyebarluaskan prinsip lean ke berbagai sektor. Dengan pengalaman profesional dalam proyek strategis nasional seperti Kereta Cepat Jakarta–Bandung dan latar belakang di bidang kewirausahaan dan manajemen proyek, Sapto aktif mengintegrasikan inovasi digital seperti BIM dan dashboard proyek dalam praktik dan pengajaran. Ia percaya bahwa kolaborasi dan efisiensi adalah kunci masa depan industri konstruksi Indonesia.